Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 mengamanatkan bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Atas dasar amanat tersebut, disusunlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari amanat pemajuan kebudayaan nasional Indonesia. Melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 (selanjutnya disebut sebagai UU No.5/2017), dinyatakan bahwa pemajuan kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan. Dalam Pelaksanaannya mengacu pada pedoman Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kota Tasikmalaya sesuai Pasal 8 UU No.5/2017.
Ada pun Objek Pemajuan Kebudayaan sesuai Pasal 5 UU No.5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan salah satunya Tradisi Lisan yaitu :
Tuturan yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat, antara lain, sejarah lisan, dongeng, ramalan, pantun, dan cerita rakyat
TRADISI LISAN MERUPAKAN SUMBER SEJARAH :
Sebelum sejarah ditulis oleh para pujangga pada zaman dahulu, sejarah sudah disampaikan melalui cerita. Yang dikenal dengan tradisi kecil dan tradisi besar. Tradisi kecil merupakan penyampaian sejarah melalui cerita lisan, Sedangkan tradisi besar merupakanpenyampaian sejarah melalui tulisan. Tradisi kecil berlangsung sebelum ada Tulisan, belum ada bahasa sansekerta dan tulisan jawa. Kemudian melalui proses yang sangat panjang tradisi kecil tersebut berkembang menjadi tradisi besar, tentu saja seiring dengan ada dan berkembangnya tulisan, bahasa sansekerta dan bahasa jawa.
Tradisi lisan, budaya lisan danadat lisan adalah pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pesan atau kesaksian itu disampaikan melalui ucapan, pidato, nyanyian, dan dapat berbentuk pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, atau lagu. Pada cara ini, maka mungkinlah suatu masyarakat dapat menyampaikansejarah lisan, sastra lisan, hukum lisan dan pengetahuan lainnya ke generasi penerusnya tanpa melibatkan bahasa tulisan.
Jan Vansina memberi batasan tradisi lisan (Oral tradition) sebagaiOral Testimony transmitted Verbally, From One Generation To The Next One Or More. Dalam tradisi lisan tidak termasuk kesaksian mata yang merupakan data lisan. Juga disini tidak termasuk rerasan masyarakat yang meskipun lisan tetapi tidak ditularkan satu generasi ke generasi yang lain. Tradisi lisan dengan demikian terbatas di dalam kebudayaan lisan dari masyarakat yang belum mengenal tulisan. Sama seperti dokumen dalam masyarakat yang sudah mengenal tulisan, tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau. Namun kesejarahan tradisi lisan barulah sebagian dari isi tradisi lisan itu.
Selain itu tradisi lisan mengandung kejadian nilai-nilaimoral, keagamaan, adat-istiadat, cerita-cerita khayali, peribahasa, nyanyian, dan mantra(Kuntowijoyo, 2003:25). Tradisi lisan dengan demikian menjadi sumber penulisan bagi antropolog dan sejarawan. Dalam ilmu antropologi tradisi lisan sebagai sumber data penelitian sudah dipergunakan sejak awal timbulnya ilmu itu, tetapi dalam ilmu sejarah penggunaan tradisi lisan masih merupakan hal yang baru.
Tradisi Lisan diperlukan untuk kepekaan dalam menghadapi corak sumber tradisional yang tertulis, baik “resmi” ataupun tidak (cerita rakyat dan roman) serta ketelitian dalam kritik dan pemakaian sumber tertulis lain. Tradisi lisan terutama penting dalam masyarakat yang beluma tau sedikit sekali mengenal kebudayaan tulisan . Hal ini terutama untuk mengisi kekososngan data dari sumber-sumber lain dan tak kurang pentingnya, untuk mengetahui sikap dan pengertian dan lain-lainnya.
Tradisi lisan terdiri atas cerita rakyat, bahasa rakyat, teka-teki rakyat (pertanyaan tradisional), peribahasa rakyat (ungkapan tradisional), dan nyanyian rakyat. (https://brainly.co.id/tugas/13723077)
Thank you for nice information